Rabu, 30 Juli 2008


Tugas 2:

1. Cari informasi tentang berbagai hal (pengaruh eksternal dan internal) yang mempengaruhi respon syaraf!

Seperti yang telah diteliti oleh Haury (Haury, 1993), salah satu manfaat yang dapat diperoleh dari metode inquiry adalah munculnya sikap keilmiahan siswa, misalnya sikap objektif, rasa ingin tahu yang tinggi, dan berpikir kritis, Jika metode inquiry dapat mempengaruhi sikap keilmiahan siswa, maka muncul pertanyaan apakah metode ini juga dapat mempengaruhi motivasi belajar dalam diri siswa? Sesuai dengan teori curiosity Berlyne, rasa ingin tahu yang dimiliki siswa akan memberikan motivasi bagi siswa tersebut untuk mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang dihadapinya; yang tidak lain adalah motivasi untuk belajar. Dengan sikap keilmiahan yang baik, konsep-konsep dalam Sains lebih mudah dipahami oleh siswa. Begitu juga, dengan motivasi belajar yang tinggi, kegiatan pembelajaran Sains juga menjadi lebih mudah mencapai tujuannya, yaitu pemahaman konsep-konsep Sains. Jadi, tampaknya ada hubungan yang kuat antara motivasi belajar dengan sikap keilmiahan yang terbentuk sebagai akibat dari penerapan metode inquiry.

Rasa ingin tahu yang tinggi dapat dikaitkan dengan teori Maslow, yang menyatakan bahwa manusia memiliki kebutuhan yang salah satunya kebutuhan untuk mengetahui dan kebutuhan untuk memahami. Oleh karena itu, metode inquiry yang biasa diterapkan dalam pembelajaran Sains secara tidak langsung sebenarnya mencoba memenuhi salah satu kebutuhan manusia tersebut.

Seperti yang telah diuraikan dalam deskripsi teoretik di depan, komponen pertama dalam metode inquiry adalah question atau pertanyaan. Dalam pandangan teori-teori motivasi behavioral, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru dapat diartikan sebagai rangsangan (arousal) atau dorongan (drive). Adanya rangsangan dan dorongan ini menyebabkan siswa termotivasi untuk meresponnya melalui kegiatan ilmiah, yaitu mencari jawaban dari pertanyaan. Kegiatan ilmiah yang dilakukan, sesuai teori Hull tidak lain adalah upaya untuk mengurangi dorongan atau drive.

Yang perlu diperhatikan dalam memberikan pertanyaan kepada siswa adalah bahwa ada rangsangan optimal untuk suatu aktivitas tertentu sesuai dengan Optimal Arousal Theory. Sebab, jika rangsangan yang diberikan terlalu tinggi, maka motivasi siswa justru dapat turun kembali. Harus juga dipertimbangkan apa yang oleh Field Theory disebut sebagai jarak psikologis ke suatu tujuan; dalam memberikan pertanyaan, sebaiknya "jarak" antara pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa dengan jawaban yang diharapkan tidak terlalu jauh, supaya motivasi untuk menjawab pertanyaan tersebut besar karena jarak psikologis tersebut berbanding terbalik dengan motivasi.

Dalam pandangan teori-teori motivasi Cognitive, memberikan pertanyaan-pertanyaan yang diberikan dalam pembelajaran Sains dengan metode inquiry sama artinya dengan menciptakan ketidakcocokan (konflik) antara apa yang dipikirkan oleh siswa dengan apa yang seharusnya menjadi jawaban pertanyaan-pertanyaan tersebut. Cognitive Dissonance Theory menyiratkan bahwa jika guru dapat menciptakan konflik-konflik tersebut, maka siswa akan berusaha (termotivasi) untuk mengubah perilakunya, yang kemudian mengubah pola pikirnya.

Sementara menurut Expectation Theory, jika seseorang merasa tidak percaya bahwa ia dapat sukses pada suatu proses belajar atau ia tidak melihat hubungan antara aktivitasnya dengan kesuksesan atau ia tidak menganggap tujuan belajar yang dicapainya bernilai, maka kecil kemungkinan bahwa ia akan terlibat dan termotivasi dalam aktivitas belajar. Oleh karena itu, jika metode inquiry diharapkan dapat meningkatkan motivasi siswa, pertanyaan-pertanyaan yang diberikan guru kepada siswa memiliki batasan-batasan tertentu, misalnya siswa harus merasa dapat menjawab pertanyaan tersebut.

Pertanyaan-pertanyaan yang disyaratkan dalam metode pembelajaran Inquiry, yang oleh Garton disebut sebagai pertanyaan essential, antara lain harus memenuhi ciri-ciri sebagai berikut (Garton, 2005).

  • dapat ditanyakan berulang-ulang
  • menunjukkan kepada siswa hubungan antara beberapa konsep dalam sebuah subjek
  • muncul dari usaha untuk belajar lebih jauh mengenai kehidupan, berupa pertanyaan umum dan membuka pertanyaan-pertanyaan lebih jauh
  • menuntun pada konsep utama subjek tertentu, untuk menjawab pertanyaan bagaimana kita mengetahuinya atau mengapa
  • memberikan stimulus dan menumbuhkan minat untuk menyelidiki; melibatkan siswa dan menimbulkan curiosity
  • melibatkan level berpikir yang lebih tinggi
  • tidak dapat langsung dijawab
  • tidak dapat dijawab hanya dengan satu kalimat

Contoh pertanyaan essential antara lain:

  • "Apa yang menyebabkan sebuah zat disebut zat padat, zat cair, atau gas?"
  • "Darimana datangnya ayam dan bagaimana cara kerja telur ayam sehingga bisa menjadi ayam?"
  • "Mengapa bentuk bulan berubah-ubah?"

Dalam proses pembelajaran, guru dan siswa bersama-sama mengembangkan pertanyaan-pertanyaan lain, yang oleh Garton disebut pertanyaan unit, untuk menjawab pertanyaan essential. Ciri pertanyaan unit antara lain:

  • menanyakan konsep-konsep apa saja yang terdapat dalam subjek pertanyaan essential
  • membantu siswa menjawab pertanyaan essential secara lebih spesifik

Contoh pertanyaan unit antara lain:

  • Apa saja contoh zat padat, zat cair, dan gas?
  • Apakah ciri-ciri zat padat, zat cair, dan gas?

Komponen kedua dan ketiga dalam metode inquiry adalah student engangement (keterlibatan) dan cooperative interaction (interaksi kerjasama). Kedua hal ini akan dibahas bersamaan karena memiliki kedekatan. Keterlibatan siswa dan interaksi kerjasama dapat ditinjau berdasarkan teori-teori motivasi Psychoanalitic, Humanistic, dan Social Cognition.

Dalam pandangan Theory of Socioemotional Development, yang paling mendorong atau memotivasi perilaku manusia dan pengembangan pribadi adalah interaksi sosial. Dalam pembelajaran dengan metode inquiry, ketika siswa merasa dilibatkan oleh guru (lingkungan) dalam proses menjawab pertanyaan-pertanyaan dan melakukan interaksi dengan sesama siswa melalui kerja kelompok, maka perilaku dan kepribadiannya berubah ke arah yang lebih baik, yaitu ikut aktif terlibat dalam kegiatan dan mau bekerjasama. Supaya keterlibatan dan kerjasamanya dapat diterima oleh lingkungan, maka ia harus menyiapkan diri sebaik mungkin, misalnya dengan membaca banyak buku teks. Artinya, motivasi belajar siswa meningkat.

Dalam pandangan teori Maslow, manusia memiliki kebutuhan akan penghargaan dan aktualisasi diri. Kesempatan siswa untuk terlibat dan bekerjasama dalam sebuah pembelajaran dengan metode inquiry dapat dikatakan sebagai kesempatan untuk memenuhi dua kebutuhan - penghargaan dan aktualisasi diri - tersebut. Dengan demikian, metode inquiry memberikan ruang bagi siswa untuk pemenuhan kebutuhannya, sehingga siswa pun akan memiliki motivasi yang tinggi, tentu saja motivasi dalam belajar.

Keterlibatan dan interaksi kerjasama dalam pembelajaran Sains dengan metode inquiry juga dapat ditinjau berdasarkan teori Social Cognition, yang menyatakan bahwa proses pembelajaran dapat terjadi antara lain melalui attention dan motivation. Attention, artinya siswa memperhatikan lingkungan melalui keterlibatannya. Motivation, artinya lingkungan memberikan konsekuensi yang mengubah kemungkinan perilaku. Contoh konsekuensi adalah dianggap tidak aktif terlibat dan tidak dapat bekerjasama. Untuk menghindari konsekuensi ini, siswa termotivasi untuk belajar sehingga konsekuensi yang diperoleh adalah konsekuensi yang positif.

Komponen keempat dalam metode inquiry adalah performance evaluation. Performance evaluation dapat ditinjau dari Expectation Theory yang menyatakan bahwa motivasi merupakan fungsi dari expectation, reward, dan nilai. Dalam performance evaluation, siswa akan berusaha sebaik-baiknya dengan expectancy mendapatkan reward (misalnya nilai yang baik). Dengan demikian, sesuai teori ini motivasi siswa akan meningkat karena metode inquiri mengandung performance evaluation. Hal sebaliknya dapat dinyatakan bahwa motivasi siswa akan rendah dalam suatu pembelajaran yang tidak memasukkan unsur performance evaluation di dalamnya.

Mirip dengan Expectation Theory, Social Learning Theory juga menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi motivasi seseorang adalah expectation dan nilai reinforcement. Dengan demikian, melalui performance evaluation ini motivasi siswa akan meningkat karena expectation siswa yang tinggi.

Berdasarkan teori Maslow, dalam performance evaluation siswa diberi kesempatan untuk memenuhi kebutuhan akan penghargaan dan kebutuhan aktualisasi diri. Artinya, adanya kesempatan ini menyebabkan motivasi siswa meningkat agar dapat memenuhi kebutuhan tersebut.

Komponen kelima dalam metode inquiry adalah Variety of Resources. Komponen ini dapat dikaitkan dengan teory Curiosity Berlyne yang menyimpulkan bahwa curiosity meningkatkan motivasi belajar siswa. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru menimpulkan ketidakpastian atau konflik konseptual dalam diri siswa. Konflik konseptual ini akan menimbulkan rasa ingin tahu yang besar dalam diri siswa. Untuk menjawab rasa ingin tahunya, siswa harus memiliki banyak pengetahuan, yang dapat diperoleh dari berbagai macam sumber belajar. Artinya, dalam metode inquiry sebenarnya guru menciptakan curiosity siswa, yang meningkatkan motivasi belajarnya, dan guru kemudian memberikan kesempatan kepada siswa untuk memuaskan rasa ingin tahunya tersebut melalui berbagai macam sumber belajar. Tentu saja, peranan guru sangat penting dalam memilihkan sumber belajar yang tepat agar siswa tidak terlalu lama dalam keadaan "belum menemukan jawaban", karena hal ini dapat menurunkan kembali motivasinya.

IV. Kesimpulan

Berdasarkan penjabaran kelima komponen dalam metode inquiry di atas ditinjau dari berbagai teori tentang motivasi dan curiosity terlihat bahwa metode inquiry memberikan kesempatan meningkatnya motivasi belajar siswa. Memberikan kesempatan dapat diartikan sebagai suatu ketidakpastian, masih terdapat batasan-batasan. Misalnya, jika pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepada siswa terlalu sulit (jarak psikologisnya jauh), tidak memberikan rangsangan dan curiosity yang tinggi, maka peningkatan motivasi belajar juga sulit diharapkan. Namun secara umum dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh positif dari metode inquiry terhadap motivasi belajar siswa.

V. Referensi

Atkinson, Rita., Atkinson, Richard, C., & Hilgard, Ernest, R., 1983. Introduction to Psychology, 8th Ed. Harcourt Brace Jovanovich, Inc.

Berliner, David, C. & Calfee, Robert.C.(Editor), 1996. Handbook of Educational Psychology. New York, Simon & Schuster Macmillan.

Blosser, Patricia E. & Helgenson, Stanley L. (1990). Selecting Procedures for Improving the Science Curriculum. Columbus, OH: ERIC Clearinghouse for Science, Mathematics, and Environment Education. (ED325303)

Budiningsih, Asri, C. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta, Penerbit Rineka Cipta.

Gage, N.L. & Berliner, David, C. (1984). Educational Psychology 3rd Ed. Boston, Houghton Mifflin Company.

Gagne, Ellen, D., 1985. The Cognitive Psychology of School Learning. Boston, Little, Brown and Company

Garton, Janetta., 2005. Inquiry-Based Learning. Willard R-II School District, Technology Integration Academy.

Haury, L. David. (1993). Teaching Science Through Inquiry. Columbus, OH: ERIC Clearinghouse for Science, Mathematics, and Environment Education. (ED359048)

Huitt, W. (1997). Socioemotional development. Educational Psychology Interactive. Valdosta, GA: Valdosta State University

____. (2004). Observational (social) learning: An overview. Educational Psychology Interactive. Valdosta, GA: Valdosta State University.

____. 2001. Motivation to Learn: An Overview. Educational Psychology Interactive. Valdosta, Valdosta State University

Leonard, Nancy, H., Beauvais, Laura Lynn., & Scholl Richard, W., 1995. "A Self Concept-Based Model of Work Motivation". In The Annual Meeting of the Academy of Management (URL: http://chiron.valdosta.edu/wh...).

Sagala, Syaiful., 2004. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung, Penerbit Alfabeta.

Wortman, Camille., Loftus, Elizabeth. & Weaver, Charles., 2004. Psychology, 5th Ed. Boston, McGraw-Hill.

Yerkes, R.M. & Dodson, J.D. (1908) The Relation of Strength of Stimulus to Rapidity of Habit-Formation. Journal of Comparative Neurology and Psychology, 18.

Selasa, 29 Juli 2008


Tugas 3
1. Jelaskan hubungan stress (psiklogis) dengan sakit pada organ lambung (mag / tukak lambung)!

Jiwa dan raga merupakan suatu satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Jika terjadi gangguan pada jiwa juga akan berpengaruh pada raga. Begitu pula sebaliknya jika raganya sakit juga akan mencetuskan terjadinya gangguan jiwa. Oleh karena itu jika seorang dokter mengobati pasien harus selalu ingat mengenai hal tersebut.

Pengertian sehat oleh World Health Organization (WHO) secara tegas menyatakan bahwa sehat bukan saja sehat fisik tapi juga sehat psikologis, social dan spiritual. Konsep ini pun harus selalu dipegang dalam mengobati seseorang.

Stress merupakan factor utama yang bisa menyebabkan terjadinya gangguan kejiwaan yang pada akhirnya dapat mengganggu fisik seseorang. Berbagai gangguan system organ bisa terjadi akibat adanya factor stress tersebut.

Berbagai keluhan yang dapat timbul saat seseorang mengalami stress antara lain sakit kepala, pusing melayang, tangan gemetar, sakit leher, nyeri punggung dan otot terasa kaku, banyak keringat terutama pada ujng-ujung tangan dan kaki, selain itu ujung-ujung tangan dan kaki terasa dingin, gatal-gatal pada kulit tanpa sebab yang jelas, nyeri dada, nyeri ulu hati, mual, perut kembung dan begah serta diare.

Tetapi perlu diperhatikan bahwa gejala-gejala yang timbul ini bisa karena ada penyakit organic, oleh karena itu memang harus dipastikan dulu bahwa tidak ada penyakit organic sampai mendapat kesimpulan kalau keluhan-keluhan yang timbul tersebut karena penyakit psikosomatik.

Berbagai penyakit kronis yang dapat diperberat oleh adanya factor stress antara lain penyakit kencing manis, sakit jantung, stroke, penyakit rematik baik sendi maupun non sendi, gangguan seksual, ganguan buang air kecil, obesitas, kehilangan daya ingat, infertilitas, masalah tyroid, penyakit autoimun, asma bronkiale serta sindrom usus iritabel (irritable bowel syndrome/IBS).
Stres dan Gangguan Pencernaan

Stress sangat berhubungan erat dengan terjadinya gangguan pencernaan baik pencernaan saluran cerna atas maupun saluran cerna bawah. Gangguan saluran pencernaan atas yang sering ditemui sering disebut oleh orang awam sebagai sakit maag. Secara medis istilah sakit maag ini disebut sebagai Dispepsia.
Dispepsia secara terbagi dua, dyspepsia organic dan dyspepsia fungsional. Dyspepsia yang berhubungan dengan factor stress adalah dyspepsia fungsonal Definisi dyspepsia atau sakit maag fungsional mutakhir yang dipublikasi tahun lalu oleh pakar dunia dibidang penyakit lambung ini menyatakan orang yang mempunyai masalah dengan maagnya berupa nyeri atau rasa panas di daerah ulu hati, rasa penuh atau tidak nyaman setelah makan dan rasa cepat kenyang yang telah berlangsung minimal selama 3 bulan dalam rentang waktu selama 6 bulan. Dari definisi ini jelas bahwa tentunya orang mempunyai sakit maag yang fungsional jika merasakan keluhan pada lambung sudah berlangsung lama.

Dispepsia fungsional ini memang sangat berhubungan erat dengan factor psikis. Berbagai penelitian memang telah membuktikan hubungan antara sakit maag fungsional dengan factor stress yang dialami seseorang terutama factor kecemasan (ansietas). Penelitian yang kami lakukan dan penelitian di luar negeri menunjukkan bahwa kejadian sakit maag yang fungsional ini lebih besar dari sakit maag yang organic yaitu mencapai 70-80% kasus sakit maag. Fakta ini menunjukkan bahwa sebagian besar pasien yang datang karena keluhan sakit maag tersebut karena sakit maag fungsional. Tetapi tetap perlu evaluasi dahulu apakah memang seseorang yang mengalami sakit maag tersebut karena sakit maag fungsional dan dicetuskan oleh factor stress atau karena sebab lain. Makanan dan minuman terutama minuman yang beralkohol merupakan salah satu factor yang juga bisa mencetuskan timbulnya gangguan pada maag seseorang. Selain itu factor obat-obatan terutama obat-obatan untuk penghilang rasa sakit bak ini sakit kepala dan sakit sendi juga bisa menimbulkan gangguan pada maag seseorang. Oleh karena itu factor obat-obatan inijuga harus menjadi perhatian.

Pasien sakit maag dimana factor stress sebagai pencetus biasanya mempunyai sifat cepat cemas dan depresif. Hal ini dibuktikan dengan penelitian-penelitian dimana pasien dengan sakit maag fungsional mempunyai tingkat kecemasan yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang sehat. Keadaan ini timbul karena factor pencetus tertentu dan apabila seseorang telah terbebas dari factor pencetus yang mempengaruhi tingkat stressnya maka keluhan sakit maagnya akan berkurang. Contoh kecil yang sering terjadi adalah apabila seorang mahasiswa atau mahasiswi akan menghadapi ujian akhir maka sakit maagnya akan kambuh dan sakit maagnya ini akan berkurang setelah ujian tersebut selesai.

Bagaimana mengatasi keadaan ini? Jelas selain mengendalikan diri terhadap factor stressor yang terjadi, mereka yang mengalami gangguan maag tersebut perlu mendapat obat-obatan untuk mengontrol asam lambungnya agar gejala sakit maag yang timbul dapat dikontrol. Salain itu obat untuk memperbaki fungsi lambung (prokinetik) dapat diberikan untuk mengurangi gejala yang timbul seperti keluhan cepat kenyang, mual bahkan muntah.

Pada akhirnya walaupun sakit mag bisa berhubungan stress dimana stress dapat mencetuskan keluhan sakit maag, tetapi tetap harus dievaluasi dan dikonsultasikan kedokter apakah sakit maagnya yang terjadi memang semata-mata dicetuskan oleh faktor stress atau ada factor lain yang menyebabkan sakit maag tersebut.

Selain berhubungan dengan sakit maag factor stress juga berhubungan dengan gangguan pencernaan lain dalam hal saluran pencernaan bawah. Gangguan pada pencernaan saluran cerna bawah yang berhubungan dengan faktor stress yaitu sindrom usus sensitive (Irritable Bowel Syndrome/IBS). Pasien dengan IBS ini biasanya merasakan adanya nyeri perut dan tidak nyaman diperut keluhan ini biasanya membaik jika bang air besar dan atau terjadi BAB yang sering serta menjadi encer atau malah buang air besar yang sulit. Pasien dengan IBS tentunya jika dilakukan pemeriksaan dengan peneropongan di usus besar tidak ditemkan kelainan secara struktura. Hal ini juga sering kita temui pada anak remaja kita yang mengalami diare pada saat akan menghadapi ujian.

Kesimpulan

Stress berhubungan dengan berbagai penyakit baik stress sebagi pencetus atau stress tersebut menjadi penyebab langsung. Kenaikan BBM yang baru saja diumumkan oleh pemerintah merupakan faktor stress yang bisa membawa dampak bagi kesehatan. Pengendalian diri, hidup apa adanya dan memasrahkan diri kepada Sang Pencipta merupakan faktor penting bagi kita semua menghadapi kondisi perekonomian yang sedang susah ini yang diperberat oleh kenaikan BBM yang baru saja terjadi ini.

Dr. H. Ari Fahrial Syam, SpPD, K-GEH, MMB
Pengurus Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI)
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI-RSCM



2. Carilah informasi tentang belahan otak kanan!
bagan belahan otak kanan

Dengan adanya usaha pendidikan informal di rumah, pendidikan formal di sekolah, dan pendidikan nonformal di masyarakat, yang semuanya dilaksanakan dengan sinergis dan memiliki visi, diharapkan tujuan pendidikan untuk membentuk manusia seutuhnya dapat tercapai. Model Sistem Pendidikan Bunyan berusaha memberikan kontribusi dalam membangun ummat, antara lain dengan menyiapkan konsep dan program pengembangan sumber daya manusia. Selanjutnya, diharapkan adanya kerja sama berbagai pihak untuk merealisasikan konsep dan program yang telah disiapkan.

Di dalam pandangan Islam, seseorang dapat berkreativitas karena adanya keinginan untuk maju dan keinginan untuk bertahan. Para ahli psikologi aliran humanistik mendefinisikan kreativitas sebagai salah satu aspek kepribadian yang berkaitan dengan aktualisasi diri (Jamaris, 2003). Menurut pandangan tersebut, setiap individu sejak dilahirkan telah memiliki potensi untuk menjadi kreatif. Perkembangan potensi kreatif ini sangat dipengaruhi oleh kondisi-kondisi lingkungan di sekitar individu tersebut. Apabila lingkungan yang mengelilingi individu memberi kesempatan baginya untuk mewujudkan kreativitas melalui pengembangan potensi yang telah dimilikinya sejak lahir, maka potensi ini akan terwujud dalam aktualisasi diri. Aktualisasi diri dapat diwujudkan dalam berbagai kegiatan, seperti melukis, merancang model, membuat desain, termasuk desain pembinaan masyarakat.

Pendapat lain diungkapkan dalam teori belahan otak (Theory of Hemispheric) yang menyatakan bahwa kreativitas dipengaruhi oleh dominasi penggunaan belahan otak kanan. Teori ini berangkat dari hasil kajian tentang fungsi-fungsi bagian otak (hemisper), baik belahan otak bagian kiri maupun belahan otak bagian kanan, dalam memproses informasi-informasi yang diterima oleh otak tersebut (McCallum and Glynn, 1973).

Belahan otak kiri berfungsi untuk memproses informasi-informasi yang berkaitan dengan verbal dan menghendaki proses berpikir secara analisis, abstrak, logis, dan operasi (kegiatan atau prosedur) yang mengandung urutan, serta mengatur kegiatan tubuh di bagian kanan. Belahan otak kanan berfungsi untuk memproses informasi-informasi yang bersifat nonverbal dan menghendaki penggunan proses berpikir secara holistik, intuitif, dan imajinatif, serta mengontrol kegiatan tubuh bagian kiri. Hasil kerja otak bagian kanan di antaranya adalah kemampuan untuk menciptakan hal-hal yang baru, misalnya musik dengan warna baru atau karya lukis dengan aliran baru.

Pada hakikatnya, kedua belahan otak ini saling bekerja sama dalam memproses informasi-informasi yang diterima oleh otak karena kedua belahan otak ini berhubungan melalui syaraf-syaraf yang terdapat dalam corpas callosum. Akan tetapi, yang membedakan fungsi otak sebelah kiri dan kanan adalah cara-cara yang digunakan dalam mengolah dan menyelesaikan tugas–tugas yang harus dilakukan oleh kedua fungsi otak tersebut.

Bertitik-tolak dari fungsi khusus belahan otak tersebut, maka seseorang yang kreatif, lebih dominan menggunakan belahan otak bagian kanan dibandingkan dengan belahan otak bagian kiri. Sebaliknya, individu yang berpikir secara logis dan rasional menggunakan fungsi otak bagian kiri lebih dominan dibandingkan dengan belahan otak bagian kanan.

Pembelajaran Kreatif Imajinatif mengembangkan potensi otak kanan dan otak kiri secara seimbang. Hal ini tertuang pada model yang tersaji. Potensi otak kiri dikembangkan dengan pengoptimalan kecerdasan intelektual, ranah kognisi, dan ranah psikomotor. Potensi otak kanan dikembangkan dengan pengoptimalan kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional, dan ranah afeksi. Kesemua aspek tersebut diseimbangkan dengan pembekalan nilai-nilai Al Islam, yaitu akidah, ibadah, dan muamalah.

Kurikulum yang diterapkan pada pengembangan kedua potensi tersebut disesuaikan dengan psikologi perkembangan anak hingga mencapai usia 15 tahun. Pada usia 0—3 tahun, anak dibina untuk mendapatkan pengenalan. Pada usia 3—6 tahun, potensi anak lebih dikembangkan dan mulai diajak menapaki area sosialisasi. Kemampuan penalaran dan keterampilan anak dioptimalkan pada usia 6—12 tahun. Menginjak dewasa, pada usia 12—15 tahun, anak dibina untuk melakukan pematangan dan diarahkan untuk dapat menjadi seorang pemimpin. Kreativitas sebagai ciri seorang manusia unggul tidak luput dari perhatian Pembelajaran Kreatif Imajinatif. Potensi anak untuk berakhlak mulia, cerdas, dan kreatif imajinatif makin dimantapkan dengan kreativitas yang ber-Imajinasi Ilahiah.

Menggunakan Seluruh Otak Anda



Otak merupakan aset terbesar yang diberikan oleh Tuhan kepada manusia. Namun dari hasil penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan ternyata kapasitas otak yang dipergunakan oleh manusia hanya maksimal 10%. Banyak penelitian dilakukan selama beberapa dasawarsa terakhir tentang apa yang disebut teori dominansi otak. Temuan-temuan tersebut pada dasarnya menunjukkan bahwa masing-masing belahan otak-kiri dan kanan-cenderung berspesialisasi dan melakukan fungsi-fungsi yang berbeda, mengelola jenis-jenis informasi yang berbeda, mengatasi jenis masalah yang berbeda.




Berikut adalah fungsi dari masing-masing belahan otak kiri dan kanan :




Belahan Kiri

  • Pada hakikatnya, belahan kiri melakukan bagian yang lebih logis/verbal.
  • Berkaitan dengan kata-kata
  • Pembagian hal-hal yang spesifik
  • Analisa, yang berarti menguraikan
  • Cara berpikir runtut (prosedural)
  • Terikat oleh waktu

Belahan Kanan

  • Intuititif dan Kreatif
  • Berkaitan dengan gambar-gambar
  • Hal-hal yang bersifat keseluruhan dan hubungan antar bagian
  • Sintesa, yang berarti menyatukan
  • Bebas Waktu
  • Imajinasi
  • Suara Hati

Walaupun orang menggunakan kedua belahan otaknya, salah satu sisi pada umumnya cenderung mendominasi tiap individu. Tentu saja idealnya adalah mengolah dan mengembangkan kemampuan sedemikian rupa agar mempunyai perlintasan yang baik antara kedua belahan otak tersebut sehingga orang dapat merasakan terlebih dahulu apa yang diperlukan oleh situasi dan kemudian menggunakan alat yang tepat untuk menanganinya. Akan tetapi orang cenderung untuk tetap tinggal dalam "comfort zone" dari belahan dominan mereka dan memproses tiap situasi menurut preferensi otak kanan atau kirinya.

Abrham Maslow mengemukakan, "Orang yang ahli menggunakan martil cenderung berpikir bahwa segalanya adalah paku." Ini adalah faktor lain yang mempengaruhi perbedaan persepsi dimana dua orang melihat satu masalah yang sama tetapi memberikan respon yang berbeda. Orang dengan otak kanan dan otak kiri cenderung melihat dengan cara yang berbeda.

Kita hidup dalam dunia yang terutama didominasi oleh otak kiri, dimana kata-kata dan ukuran serta logika berkuasa, sementara aspek yang lebih kreatif, intuitif, perasaan, artistik dari sifat kita sering dinomorduakan. Banyak dari kita merasa lebih sulit untuk menyadap kapasitas otak kanan kita.

Akan tetapi persoalannya adalah bahwa kita mampu melaksanakan banyak macam proses berpikir yang berbeda tetapi kita hampir tidak menyadari potensi kita tersebut. Ketika kita sadar akan kapasitas yang berbeda, secara sadar kita dapat menggunakan pikiran kita untuk memenuhi kebutuhan spesifik dengan cara yang lebih efektif.

Berdasarkan teori tentang penciptaan bahwa Everything is Created Twice (Segalanya diciptakan dua kali) yaitu :

1. Mental Creation (Created in the Mind/Penciptaan dalam Pikiran)

2. Physical Creation (Actually Created/Penciptaan secara fisik/nyata)

Sebagai contoh, apabila anda membangun sebuah rumah. Anda menciptakannya secara rinci sebelum anda menanam pasak pertama di tempatnya. Anda mencoba mendapatkan pemahaman yang sangat jelas tentang rumah seperti apa yang anda kehendaki. Jika Anda menginginkan sebuah rumah yang berorentiasi kepada keluarga, maka anda akan merancang untuk menempatkan ruang keluarga sebagai tempat berkumpul. Anda merencanakan pintu sorong dan pekarangan di belakang rumah tempat anak-anak bermain. Anda bekerja dengan gagasan. Anda bekerja dengan pikiran anda sehingga anda mendapatkan gambaran yang jelas tentang apa yang anda ingin bangun.

Kemudian anda menuangkannya menjadi cetak biru dan mengembangkan rencana konstruksi. Semua ini dikerjakan sebelum tanahnya disentuh. Jika tidak, maka dalam penciptaan kedua, penciptaan secara nyata, anda akan terpaksa membuat perubahan mahal yang mungkin melipatduakan biaya pembangunan rumah anda.

Jika kita menggunakan teori dominansi otak sebagai model, jelaslah bahwa kualitas dari penciptaan pertama kita sangat dipengaruhi oleh kemampuan kita menggunakan otak kanan kita yang kreatif. Semakin kita dapat memanfaatkan kapasitas otak kanan kita, semakin lengkap kita melakukan visualisasi, melakukan sintesa, melampaui waktu dan keadaan sekarang, memproyeksikan keseluruhan gambar dari apa yang kita ingin kerjakan dan cita-cita kita nantinya.

Untuk dapat memaksimalkan otak kanan, dapat kita lakukan dengan dua hal dibawah ini:

1. Meluaskan Perspektif

Kadang kita terlempar keluar dari lingkungan dan pola pikir otak kiri kita dan masuk ke dalam otak kanan melalui pengalaman yang tidak direncanakan. Kematian orang yang dikasihi, penyakit parah, atau musibah besar dapat menyebabkan kita mundur, memperhatikan kehidupan kita, dan mengajukan beberapa pertanyaan sulit pada diri sendiri: "Apa yang sebenarnya penting? Mengapa saya mengerjakan yang sedang saya kerjakan?".

Namun, apabila kita sadar bahwa kita bisa mengendalikan dan memilih terhadap apa yang kita pikirkan atau kita inginkan terjadi dalam hidup kita maka untuk meluaskan perspektif tidak harus menunggu orang lain atau peristiwa yang datang kepada kita tetapi kita bisa menciptakan sendiri pengalaman yang dapat meluaskan perspektif kita.

2. Visualisasi dan Afirmasi

Segala informasi yang masuk ke otak kita ternyata akan dibaca oleh otak kita menjadi gambar-gambar. Karena itu sangat penting untuk melakukan visualisasi terhadap kehidupan kita. Kita bisa menggambarkan kehidupan seperti apa yang kita inginkan 5 tahun kedepan bahkan 10 atau 20 tahun kedepan. Dan dengan visualisasi akan mengasah kemampuan otak kanan kita sehingga semakin maksimal.

Afirmasi atau penegasan juga sangat penting dilakukan karena afirmasi juga akan mengantarkan kita pada seperti apa diri kita dalam kehidupan dalam peran kita dalam keluarga, pekerjaan dan masyarakat atau sosial. Dengan melakukan afirmasi akan merangsang otak kanan untuk membacanya dalam bentuk gambar sehingga otak kananpun akan semakin maksimal berfungsi sehingga pada akhirnya akan terjadi keseimbangan dalam menggunakan seluruh otak kita.





Copyright © Internal Medicine

TUGAS 4 PSIKOLOGI SP

1.Berikan contoh Kasus anarkisme yang dilakukan remaja sebagai refleksi lemahnya pengendalian emosi dan gejolak usia perkembangan ?

Masa remaja adalah suatu periode peralihan dari masa kanak-kanak sampai masa dewasa. Masa ini berlangsung dari umur15,0 /16,0 sampai umur 21,0 atau berlangsung dari saat individu matang secara seksual sampai mencapai uisa matang secara hukum. Ini berarti anak-anak masa ini harus meninggalkan sesuatu yang bersifat kekanak-kanakan dan juga harus mempelajari sikap dan pola perilaku yang baru sebagai pengganti perilaku dan sikap yang ditingalkan. Akibat dari sikap peralihan remaja ini, remaja bersikap ambivalensi yaitu di satu pihak ingin dilakukan sebagai orang dewasa, tidak ingin diperintah, tetapi dipihak lain segala kebutuhannya masih minta dipenuhi seperti halnya pada anak-anak. Pada uisa ini terdapat perubahan yang bersifat universal, yaitu salah satunya meningkatnya emosi. Emosi ini tergantung intensitetnya pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Setiap periode perkembangan mempunyai masalah-masalahnya sendiri-sendiri, namun masalah masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi oleh si remaja tersebut. Hal ini disebabkan karena para remaja merasa dirinya mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan orang tua dan guru. Padahal mereka sendiri juga kurang berkemampuan untuk mengatasi masalahnya menurut cara yang mereka yakini. Hingga pada akhirnya para remaja mengalami kesulitan dalam mengatasi masalah yang dihadapinya. Masalah dalam remaja banyak sekali macamnya diantarnya : masalah individuasi, regulasi dan integrasi. Kesulitan remaja dalam mengatsi masalah individuasi yaitu kesulitan dalam mewujudkan dirinya sebagai seorang yang dewasa yang disebabkan karena sikapnya yang ambivalensi.[1] Seperti contoh para remaja yang saat ini mulai bermunculan membuat satu kelompok berupa geng motor yang hingga akhirnya tidak diterima oleh masyarakat karena geng ini meresahkan masyarakat. Masyarakat merasa tidak nyaman karena geng ini membuat keributan dan kericuhan di jalan raya seperti yang kita saksikan di daerah Bandung melalui stasiun TV .Masalah remaja juga terdapat pada masalah kesulitan regulasi. Hal ini disebabkan karena ketidakmampuan para remaja dalam menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang sangat pesat di bidang fisik dan seksualnya. Seperti yang kita lihat para remja melakukan tawuran antar sekolah yang mengakibatkan kerugian pada orang lain, kendaraan umum seperti bis yang kacanya pecah karena terkena lemparan batu dan jugan mengancam nyawa.Hal ini dilakukan karena pada usia ini mereka merasa mempunyai kekuatan yang lebih dan berani melaukukan hal tersebut. Remaja juga mengalami kesulitan dalam Intergrasi, hal ini disebabkan oleh kesulitan remaja dalam menyesuaikan dan mengintergrasikan norma-norma sikap dan perilakunya dengan norma setandar yang berlaku dalam masyarakat. Perilaku ini dapat dilihat dalam contoh minum-minuman keras dan memakai narkoba yang berujung pada timbulnya perkelahian dan pembunuhan. Hal ini terjadi karena remaja tersebut melakukan pemalakan, pencurian, penjambretan, pemerkosaan untuk memenuhi kebutuhan obat tersebut dikarenakan ia tidak mempunyai uang, sehingga ia melakukan hal tersebut. Dengan demikian pengendalian emosi sangat berpebngaruh terhadap perkembangan remaja guna mencapai masa depan yang baik.

2.Akhir-akhir ini banyak dilansir dalam media, kenakalan dan kekerasan di kalangan remaja putri. Berikan komentar anda?

Kekerasan dan kenakalan di kalangan remaja putrid yang dilansir dalam media saat-saat ini disebabkan karena hawa nafsu terhadap emosi yang ditujukan kepada lawannya guna mencari identitas diri. dalam satu kelompok. Golongan nafsu ini salah satunya dapat berupa merusak dan berkelahi. Nafsu atau dorongan itu terdapat pada semua orang dan memiliki intensitas yang berbeda-beda. Nafsu dapat timbul jika terdapat suatu perasaan yang kuat dalam diri manusia, seperi halnya dalam kasus ini. Dalam kasus ini nafsu tersebut timbul karena diantara kedua belah pihak berusaha untuk mempertahankan geng yang telah mereka buat terhadap kelompoknya masing-masing Dengan mempetahankan gengnya masing-masing sehingga kedua belah pihak melakukan hal-hal yang merugikan diri sendiri dan orang lain. Karena hawa nafsu sehingga berakhir pada perkelahian diantara dua kelompok tersebut. Hawa nafsu dapat disamakan sebagai kecendrungan yang kuat dan dapat menyingkirkan keinginan-keinginan lain, karena hawa nafsu dapat menyingkirkan semua pertimbangan akal dan perinagtan hati nurani serta dapat menyingkirkan hasrat lainnya[2]. Dalam kasus ini juga terdapat motif-motif yang membuat mereka melakukan hal demikian. Dengan adanya tujuan tertentu yang akan dicapai sehingga muncullah motif-motif yang mempengaruhi terjadinya pertentangan diantara mereka.Diantara motif-motif yang membuat mereka berbuat demikian antara lain yang diakui sebagai geng yang kuat, mencari perhatian dan mencari identitas diri. Identitas diri yang dicari oleh para renaja menurut Erikson yaitu berupa usaha untuk memperoleh kejelasan mengenai siapa dirirnya dan apa perananya dalam masyarakat. Dengan demikian, kejadian tersebut dapat dikatakan bahwa masa remaja merupakan usia yang menimbulkan ketakutan dan masa yang tidak realisitik. Masa remaja disebut tidak realisti karena remaja cendrung untuk memndang kehidupan atau melihat dirinya sendiri dan orang lain sebagi mana yang ia inginkan dan bukan sebgaimana adanya.



[1] Alisuf sobri, psikologi umum, hal 160

[2] Ibid, hal 161

Rabu, 23 Juli 2008



Tugas I

Selasa, 2008 Juli 22


1. Carilah informasi tentang ahli psikologi modern serta teori dan pendapatnya (min 3)!

Seperti bidang-bidang sains lain, psikologi berasal sebahagian daripada falsafah. Psikologi yang dikaji secara saintifik bermula pada akhir abad ke 19 dan umur bidang ini adalah lebih kurang 100 tahun; agak muda jika dibanding dengan disiplin-disiplin lain. Tumpuan disiplin psikologi pada awalnya ialah mengkaji dan memahami bagaimana manusia atau organisme mengetahui atau belajar. Kemudian, psikologi terbahagi-bahagi kepada sub-disiplin lain seperti psikologi perkembangan, psikologi sosial, psikologi organisasi, psikologi kaunseling dan lain-lain.
Ahli-ahli falsafah telah lama cuba menerangkan apa itu pengetahuan/ilmu, bagaimana manusia menguasai pengetahuan/ilmu atau mengetahui sesuatu dan bagaimana manusia menggunakan pengetahuan itu. Mungkin teori yang tertua berkenaan pengetahuan ialah Teori Salinan (Copy Theory) yang dicadangkan oleh ahli falsafah Yunani Alcmaeon, Empedocles dan Democritus pada abad ke4 & ke5 sebelum masihi. Menurut teoro ini kita melihat sesuatu objek and salinan objek itu terbentuk dalam minda kita. Oleh itu kita mengetahui objek itu melalui salinan yang berada dalam min Ahli-ahli falsafah yang datang kemudian menolak teori salinan. Menurut mereka perwakilan (salinan) mungkin tidak merupakan objek asal dan sekiranya kita hanya mengetahui salinan, adalah sukar untuk menentukan bahawa salinan itu adalah tepat. Ahli-ahli falsafah realisme (realism) seperti Thomas Reid menolak konsep salinan dan mencadangkan bahawa kita mengetahui tentang sesuatu objek secara langsung tanpa melalui perwakilan atau salinan. Masalah dengan penerangan ini ialah; jika kita mengetahui sesuatu secara langsung, mengapa kita selalu membuat kesilapan. Contohnya, sesuatu bintik pada lantai kita sangkakan adalah seekor serangga yang sebenarnya adalah titik cat yang tertinggal.
Kemudian terdapat ahli-ahli falsafah idealisme (idealisme) yang menolak sama sekali objek. Bagi mereka apa yang terdapat dalam minda kita ialah idea; semua pengetahuan kita terdiri daripada idea dan bukan perkara atau benda.


Pengasas psikologi moden bermula di Eropah dengan Wilhelm Wundt yang pertama menubuhkan makmal psikologi. Tumpuan psikologi awal ialah mengkaji aspek-aspek sensasi (sensation), persepsi (perception) dan tumpuan. (attention). Hermann Ebbinghaus, seorang Jerman, merupakan ahli psikologi yang pertama mengkaji pembelajaran secara saintifik. Pada tahun 1879, dia menggunakan dirinya sendiri sebagai subjek dalam eksperimen yang mengkaji pembelajaran dan ingatan.
Beliaulah yang memperkenalkan ujian 'kaitan bebas' (free association) yang menguji kaitan antara perkataan yang diberikan oleh penyelidik dan perkataan yang perkataan yang berikan oleh subjek. "Nyatakan perkataan pertama yang muncul dalam minda kamu apabila saya mengatakan _______ ". Jadi tujuan psikologi ialah untuk mengkaji bagaimana manusia membuat perkaitan antara perkataan atau idea.
Ebbinghaus juga terkenal dengan eksperimen yang menunjukkan fenomena ingatan dikalangan manusia. Dalam tahun 1885, dia menjalankan satu eskperimen yang menunjukkan bahawa kadar lupaan lebih ketara pada permulaan (55% selepas 1 jam) dan berkurangan seterusnya (14% selepas 31 hari).

Tingkahlaku ialah apa jua aktiviti yang dapat diperhatikan, direkod dan diukur. Tingkahlaku juga dapat diperhatikan apabila individu menyebut atau menulis sesuatu. Misal kata, catatan seorang tentang ketakutannya atau sikapnya merupakan tingkahlaku.

Proses Mental merangkumi segala proses-proses yang terlibat dengan pemikiran, ingatan, pembelajaran, sikap, emosi dan sebagainya. Inilah menjadi tumpuan ahli-ahli psikologi tetapi masalahnya ialah proses-proses ini tidak boleh dilihat dan sukar merekod dan mengukur dengan tepat. Oleh pada pada tahun 60an, ahli-ahli enggan menerima kajian mengenai proses-proses ini kerana ia tidak boleh dijalankan secara saintifik. Bagaimana pun paradigma telah berubah dan dengan kaedah-kaedah baru, kajian mengenai proses-proses mental diterima sebagai psikologi.




Adapun ahli-ahli dalam bidang psikolog modern beserta teorinya, diantaranya yaitu:


1. Erik Erikson

Ia sangat dikenal dengan tulisan-tulisannya di bidang psikologi anak.

Berangkat dari teori tahap-tahap perkembangan psikoseksual dari Freud

yang lebih menekankan pada dorongan-dorongan seksual,

Erikson mengembangkan teori tersebut

Dengan menekankan pada aspek-aspek perkembangan sosial.

Dia mengembangkan teori yang disebut theory of Psychosocial Development

(teori perkembangan psikososial)

dimana ia membagi tahap-tahap perkembangan manusia menjadi delapan tahapan.

Beberapa buku yang pernah ditulis oleh Erikson dan

mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat,

diantaranya adalah: (1) Young Man Luther:

A Study in Psychoanalysis and History (1958),

(2) Insight and Responsibility (1964), dan Identity: Youth and Crisis (1968).

2. Ivan Pavlov (1849 - 1936)

Ivan Petrovich Pavlov dilahirkan di Rjasan pada tanggal 18 September 1849

dan wafat di Leningrad pada tanggal 27 Pebruari 1936.

Ia sebenarnya bukanlah sarjana psikologi dan tidak mau disebut sebagai ahli psikologi,

karena ia adalah seorang sarjana ilmu faal yang fanatik.

Eksperimen Pavlov yang sangat terkenal di bidang psikologi dimulai

ketika ia melakukan studi tentang pencernaan. Dalam penelitian tersebut ia melihat

bahwa subyek penelitiannya (seekor anjing) akan mengeluarkan air liur sebagai respons

atas munculnya makanan.

- Ia kemudian mengeksplorasi fenomena ini dan

kemudian mengembangkan satu studi perilaku (behavioral study) yang dikondisikan,

yang dikenal dengan teori Classical Conditioning. Menurut teori ini,

ketika makanan (makanan disebut sebagai t

he unconditioned or unlearned stimulus - stimulus yang tidak dikondisikan atau tidak dipelajari)

dipasangkan atau diikutsertakan dengan bunyi bel

(bunyi bel disebut sebagai the conditioned or learned stimulus - stimulus yang dikondisikan atau dipelajari),

maka bunyi bel akan menghasilkan respons yang sama,

yaitu keluarnya air liur dari si anjing percobaan.

Hasil karyanya ini bahkan menghantarkannya menjadi pemenang hadiah Nobel.

Selain itu teori ini merupakan dasar bagi perkembangan aliran psikologi behaviourisme,

sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi penelitian mengenai

proses belajar dan pengembangan teori-teori tentang belajar.

3. Emil Kraepelin (1856 - 1926)

Emil Kraepelin dilahirkan pada tanggal 15 Pebruari 1856

di Neustrelitz dan wafat pada tanggal 7 Oktober 1926 di Munich.

Ia menajdi dokter di Wurzburg tahun 1878,

lalu menjadi dokter di rumah sakit jiwa Munich.

Pada tahun 1882 ia pindah ke Leipzig untuk bekerja dengan Wundt

yang pernah menjadi kawannya semasa mahasiswa.

Dari tahun 1903 sampai meninggalnya,

ia menjadi profesor psikiatri di klinik psikiatri di Munich dan

sekaligus menjadi direktur klinik tersebut. Emil Kraepelin adalah

psikiatris yang mempelajari gambaran dan

klasifikasi penyakit-penyakit kejiwaan,

yang akhirnya menjadi dasar penggolongan penyakit-penyakit kejiwaan

yang disebut sebagai teori Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM),

diterbitkan oleh American Psychiatric Association (APA).

Emil Kraepelin percaya bahwa jika klasifikasi gejala-gejala penyakit kejiwaan

dapat diidentifikasi maka asal usul dan penyebab penyakit kejiwaan tersebut

akan lebih mudah diteliti. Kraepelin menjadi terkenal terutama karena

penggolongannya mengenai penyakit kejiwaan yang disebut psikosis.

Ia membagi psikosis dalam dua golongan utama yaitu

dimentia praecox dan psikosis manic-depresif.

Dimentia praecox merupakan gejala awal dari penyakit kejiwaan yang

disebut schizophrenia. Kraepelin juga dikenal sebagai tokoh yang pertama kali

menggunakan metode psikologi pada pemeriksaan psikiatri,

antara lain menggunakn test psikologi untuk mengetahui adanya

kelainan-kelainan kejiwaan. Salah satu test yang diciptakannya

di kenal dengan nama test Kraepelin.

Test tersebut banyak digunakan oleh para sarjana psikologi di Indonesia pada era tahun 1980an.

Rujukan:


The Ancient Greeks: Socratis, Plato & Aristotle
by C. George Boeree, Shippensburg University, Pennsylvania.

Modern Philosophy: The Begining
by C. George Boeree, Shippensburg University,
Pennsylvania

Psychology: The Beginning
by C. George Boeree, Shippensburg University,
Pennsylvania

Psychology: Wundt and James
by C. George Boeree, Shippensburg University,
Pennsylvania

Psychology: Freud and Psychoanalysis
by C. George Boeree, Shippensburg University,
Pennsylvania

Psychology: Gestalt Psychology
by C. George Boeree, Shippensburg University,
Pennsylvania.

The Cognitive Movement
by C. George Boeree, Shippensburg University,
Pennsylvania
.

2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan psikolog sebagai ilmu psikolog?

Psikologi dapat disebut sebagai ilmu yang mandiri karena memenuhi syarat berikut: 1) secara sistematis psikologi dipelajari melalui penelitian-penelitian ilmiah dengan menggunakan metode ilmiah, 2) memiliki struk¬tur keilmuan yang jelas, 3) memiliki objek formal dan material, 4) meng¬gunakan metode ilmiah seperti eksperimen, observasi, sejarah kasus (case history), pengetesan dan pengukuran (testing and measurement), 5) memiliki terminilogi khusus seperti bakat, motivasi, inteligensi, ke¬pri¬badian, 6) dan dapat diaplikasikan dalam berbagai adegan kehidupan. Kaitan psikologi dengan ilmu lain, psikologi dalam perkembangannya banyak dipengaruhi ilmu-ilmu lain misalnya filsafat, sosiologi, fisiologi, antropologi, biologi. Pengaruh ilmu tersebut terhadap psikologi dapat dalam bentuk landasan epistimologi dan metode yang digunakan. Psiko¬logi memberikan sum¬bangan terhadap pendidikan, karena subjek dan objek pendidikan adalah manusia (individu), psikologi memberikan wawasan bagaimana memahami perilaku individu dan proses pendidikan serta bagaimana membantu individu agar dapat berkembang optimal. Sejarah singkat psikologi, sejak zaman filsuf-filsuf besar seperti Socrates (469-399 SM) telah berkembang filsafat mental yang membahas secara jelas persoalan “jiwaraga”. Rene Descartes (1596-1650) menge¬mukakan bahwa manusia memiliki dimensi jiwa dan raga yang tidak dapat dipisahkan. Pada awal abad ke-19, psikologi mengalami kemajuan yang cukup pesat, Gustaf Tehodore Fechner (1801-1650) dan Ernest Heinrich Weber (1795-1878) menemukan suatu hukum penginderaan melalui eksperimen yang dipublikasikan pada tahun 1860 dalam buku Element of Pschology. Puncaknya adalah ketika Wilhem Wund (1832-1920) pada tahun 1879 mendirikan laboratorium psikologi pertama di Leipzig Jerman, dan peristiwa ini menandai psikologi sebagai ilmu mandiri. Tahun 1883 berdiri laboratorium serupa di Universitas John Hopkins. Tahun 1890 terbit buku The Principles of Psychologi karangan William James (1842-1910) yang setahun kemudian menjadi profesor psikologi dan sejak itu hampir semua universitas di Amerika memiliki fakultas yang mandiri. Di Indonesia perkembangan psikologi dimulai pada tahun 1953 yang di¬pelopori oleh Slamet Iman Santoso dengan mendirikan lembaga pen¬didikan psikologi pertama yang mandiri, pada tahun 1960 lembaga ter¬sebut sejajar dengan fakultas-fakultas lain di Universitas Indonesia, yang kemudian dikembangkan di UNPAD dan UGM. Belakangan ini kemajuan psikologi semakin pesat, ini terbukti dengan bermunculannya tokoh-tokoh baru, misalnya B.F. Skinner (pendekatan behavioristik), A. Maslow (teori aktualisasi diri) Roger Wolcott (teori belahan otak), Albert Bandura (teori pembelajaran sosial), Daniel Goleman (teori kecerdasan emosi), Howard Gardner (teori Multiple Intelligences), dan sebagainya. Konsep dasar perilaku: a) pengertian perilaku, perilaku adalah segenap manifestasi hayati individu dalam berinteraksi dengan lingkungan, mulai dari perilaku yang paling nampak sampai yang tidak tampak, dari yang dirasakan sampai yang paling tidak dirasakan. b) pandangan tentang perilaku, ada lima pendekatan utama tentang perilaku yaitu: (1) pen¬dekatan neurobiologik, pendekatan ini menitikberatkan pada hubungan antara perilaku dengan kejadian yang berlangsung dalam tubuh (otak dan saraf) karena perilaku diatur oleh kegiatan otak dan sistem saraf, (2) pendekatan behavioristik, pendekatan ini menitikberatkan pada perilaku yang nampak, perilaku dapat dibentuk dengan pembiasan dan pengu¬kuhan melalui pengkondisian stimulus, (3) pendekatan kognitif, menurut pendekatan ini individu tidak hanya menerima stimulus yang pasif tetapi mengolah stimulus menjadi perilaku yang baru, (4) pandangan psiko¬analisis, menurut pandangan ini perilaku individu didorong oleh insting bawaan dan sebagian besar perilaku itu tidak disadari, (5) pandangan humanistik, perilaku individu bertujuan yang ditentukan oleh aspek internal individu. Individu mampu mengarahkan perilaku dan memberikan warna pada lingkungan. Jenis-jenis perilaku individu, a) perilaku sadar, perilaku yang melalui kerja otak dan pusat susunan saraf, b) perilaku tak sadar, perilaku yang spontan atau instingtif, c) perilaku tampak dan tidak tampak, d) perilaku sederhana dan kompleks, e) perilaku kognitif, afektif, konatif, dan psikomotor.
Mekanisme perilaku, (1) dalam pandangan behavioristik, mekanisme perilaku individu adalah:

W ------ S ------ r ------ O ------ e ------ R ------W

Keterangan : W = world (lingkunngan) e = effector
S = stimulus R = respon
r = receptor W = lingkungan
O = organisme
(2) dalam pandangan humanistik, perilaku merupakan siklus dari: (i) dorongan timbul, (ii) aktivitas dilakukan, (iii) tujuan dihayati, (iv) kebutuhan terpenuhi/rasa puas.

Dinamika perilaku individu, ditentukan dan dipengaruhi oleh:
a) Penga¬matan atau penginderaan (sensation), adalah proses belajar mengenal segala sesuatu yang berada di lingkungan sekitar dengan meng¬gunakan alat indera peng¬lihat¬an (mata), pendengaran (telinga), pengecap (lidah), pembau (hidung), dan perabaan (kulit, termasuk otot).
b) Persepsi (perception), adalah menafsirkan stimulus yang telah ada di otak atau pengertian individu tentang situasi atau penga¬laman. Ciri umum persepsi ter¬kait dengan dimensi ruang dan waktu, terstruktur, menye¬luruh, dan pe¬nuh arti. Persepsi bersifat subjektif dan dipengaruhi oleh perhatian selek¬tif, ciri-ciri rangsangan, nilai dan kebutuhan individu, serta penga¬laman.
c) Berpikir (reasoning), adalah aktivitas yang bersifat ideasional untuk menemukan hu¬bung¬an antara bagian-bagian pengetahuan. Berpikir ber¬tujuan untuk mem¬bentuk pengertian, mem¬bentuk pendapat, dan menarik kesimpulan. Proses berpikir kreatif terdiri dari: persiapan, inkubasi, ilumi¬nasi, dan veri¬fikasi. Jenis berpikir ada dua, yaitu berpikir tingkat rendah dan tingkat tinggi.
Lanjutan dinamika perilaku individu, d) Inteligensi, dapat diartikan se¬bagai (i) kemampuan mental yang melibatkan proses berpikir rasional, (ii) kemampuan individu untuk menyesuaikan diri dengan situasi baru, (iii) kemampuan memecahkan simbol-simbol tertentu. Inteligensi tidak sama dengan IQ karena IQ hanya rasio yang diperoleh dengan meng¬gunakan tes tertentu yang tidak atau belum tentu menggambarkan kemampuan individu yang lebih kompleks. Teori tentang inteligensi di¬antaranya G-Theory (general theory) dan S-Theory (specific theory). Inteligensi dipengaruhi oleh faktor bawaan dan lingkungan. Sikap (Attitude), adalah evaluasi positif-negatif-ambivalen individu ter¬hadap objek, peris¬tiwa, orang, atau ide tertentu. Sikap merupakan pe¬rasa¬an, ke¬yakinan, dan kecenderungan perilaku yang relatif menetap. Unsur-unsur sikap meliputi kognisi, afeksi, dan kecenderungan bertindak. Faktor-faktor yang mem¬pengaruhi terbentukanya sikap adalah penga¬laman khusus, komunikasi dengan orang lain, adanya model, iklan dan opini, lembaga-lembaga sosial dan lembaga keagamaan. Konsep dasar motif dan motivasi,
a) Motif (motive) adalah keadaan kompleks dalam diri individu yang mengarahkan perilaku pada satu tujuan atau insentif, atau faktor penggerak perilaku, atau konstruk teoritik ten¬tang terjadinya perilaku. Motif dapat dikelompokkan menjadi primer (dorongan fisiologis, dorongan umum) dan sekunder. Woodwort dan Marquis me¬nge¬lompokkan motif menjadi tiga, yaitu motif organis, motif darurat, dan motif obyektif. Indikator motif terdiri atas: durasi, frekuensi, persistensi, devosi, ketabahan, aspirasi, kualifikasi prestasi, dan sikap. Upaya untuk meningkatkan motivasi diantaranya menciptakan situasi kompetisi yang sehat, membuat tujuan antara, menginformasikan tujuan dengan jelas, memberikan ganjaran, dan tersedianya kesempatan untuk sukses.
b) Konflik (conflict), terjadi ketika ada dua atau lebih motif yang saling ber¬tentangan sehingga individu berada dalam situasi petentangan batin, kebingungan, dan keragu-raguan. Jenis konflik dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu (1) approach-approach conflict, (2) avoidance-avoidance con¬flict, dan (3) approach-avoidance conflict.
c) Frustrasi (frustration) adalah suatu keadaan kecewa dalam diri individu yang disebabkan oleh tidak tercapainya kepuasan atau tujuan. Sumber frustrasi menurut Sarlito Wirawan adalah lingkungan, pribadi, dan frustrasi konflik. Bentuk reaksi individu terhadap frustrasi adalah marah, bertindak secara ekplosif, introversi, merasa tidak berdaya, regresi, fiksasi, represi, pembentukan reaksi, rasionalisasi, proyeksi, kompensasi, dan sublimasi.

Konsep perkembangan individu,
a) perkembangan (development) ada¬lah proses perubahan yang dialamai individu menuju tingkat kedewasaan yang berlangsung secara sistematis, progresif, berkesinambungan, integratif baik fisik maupun mental;
b) pertumbuhan (growth) adalah perubahan secara kuantitatif pada aspek jasmani yang terkait dengan perubahan ukuran;
c) kematangan (maturity) adalah titik kulminasi dari suatu fase dan sebagai titik tolak dari kesiapan aspek tertentu men¬jalankan fungsinya.

Lanjutan konsep dasar perkembangan individu,
a) perkembangan merupakan hasil pertumbuhan, kematangan, dan belajar. Perkembangan menganut prinsip-prinsip berikut ini. 1) perkembangan berlangsung se¬pan¬jang hayat, 2) ada perbedaan irama dan tempo perkembangan, 3) dalam batas tertentu perkembangan dapat dipercepat, 4) perkembangan dipengaruhi oleh faktor bawaan, lingkungan, dan kematangan, 5) untuk aspek tertentu perkembangan wanita lebih cepat daripada pria, 6) individu yang normal mengalami semua fase perkembangan.
b) Fase per¬kem¬bangan secara umum adalah 1) masa prenatal, 2) masa bayi, 3) masa anak, 4) masa remaja, 5) masa dewasa, dan 6) masa tua.
c) Aspek perkembangan terdiri dari perkembangan kognitif, sosial, bahasa, moral, emosi, fisik, dan penghayatan keagamaan.

Konsep dasar kepribadian,
a) pengertian kepribadian, istilah ke¬pribadian merupakan terjemahan dari bahasa inggris “personality”. Secara etimologis, kata personality berasal dari bahasa latin “persona” yang berarti topeng. Menurut Gordon W Allport “personality is the dynamic organization within the individual of those psychophysical system, that determines his unique adjusment to his environment”,
b) Faktor yang mempengaruhi kepribadian adalah pembawaan dan pengalaman (umum dan khusus).
Lanjutan konsep dasar kepribadian,
a) meskipun kepribadian itu unik tetapi ada beberapa ahli yang berusaha menggolongkan kepribadian, misalnya Hipocrates dan Gelanus yang membagi tipologi kepribadian menjadi empat tipe yaitu: 1) kholeris, 2) melankolis, 3) plagmatis, dan sanguinis. Kretschmer meninjau tipologi kepribadian berdasarkan segi konstitusi dan temparamen. Berdasarkan konstitusi jasmani manusia digolongkan menjadi tipe piknis, leptosom, atletis dan displatis. Sedang¬kan berdasarkan temperamen kejiwaan, manusia digolongkan menjadi schizophrenia dan depresif. Berdasarkan orientasi nilai, Spranger mengemukakan enam tipologi manusia, yaitu tipe teoritik, ekonomi, estetis, agama, moral, dan kekuasaan.
b) Pengukuran kepribadian dapat ditempuh dengan cara observasi, inventori, dan teknik proyektif.
Konsep dasar belajar,
a) Pengertian belajar, Cronbach mengartikan “learning is shown by an change individual behaviour as a result of experiences”. Belajar juga dapat diartikan sebagai “proses usaha yang dilakukan individu untuk memperoleh sesuatu yang baru sebagai hasil dari pengalaman. Ciri perubahan perilaku hasil belajar adalah aktif, positif, dan berorientasi tujuan.
b) Prinsip-prinsip belajar, beberapa perinsip belajar adalah 1) memiliki tujuan dan disadari, 2) adanya penerimaan informasi, 3) terjadinya proses internalisasi, dan 4) perubahan bersifat relatif permanent.
c) Faktor-faktor yang mempengaruhi belajar, faktor di luar individu yang mempengaruhi belajar adalah faktor non-sosial dan faktor sosial. Sedangkan faktor dalam diri individu yang mempengaruhi belajar adalah faktor fisiologis dan psikologis.

Pendekatan dalam pembelajaran, ada juga pendekatan pengelolaan kelas. Pendekatan ini ada keterkaitannya dengan pendakatan pembelajaran. Masalahnya ialah proses pembelajaran ini berlangsung dalam situasi dan kondisi kelas. Pengelolaan kelas ada yang bersifat perorangan ada yang bersifat kelompok. Berbagai pendekatan pengelolaan kelas, untuk menghadapi masalah-masalah pengelolaan kelas antara lain ialah,
1. Pendekatan Otoriter
2. Pendekatan Permisif
3. Pendekatan Pengubahan Perilaku
4. Pendekatan Sosio - Emosional.
5. Pendekatan Proses Kelompok

1. Pendekatan Otoriter’
Pandangan yang otoriter dalam pengelolaan kelas merupakan seperangkat kegiatan guru untuk nienciptakan dan mempertahankan ketertiban suasana kelas. Pengelolaan kelas sebagai proses untuk mengontrol tingkah laku siswa ke arah disiplin. Adapun faktor eksternal bila timbul masalah-masalah yang merusak ketertiban atau kedisplinan kelas, maka perlu adanya pendekatan:
a. perintah dan larangan
b. penekanan dan penguasaan
c. penghukuman dan pengancaman

a. Pendekatan perintah dan larangan
Pendekatan ini tampak mudah, namun kenyataan kurang mantap dalam pelaksanaan. Baik perintah maupun larangan dapat diterapkan atas dasar generalisasi masalah-masalah pengelolaan kelas tertentu.
Seorang pengajar yang melaksanakan perintah dan larangan bersikap reaktif. Jangkauan tidakan reaktif ini hanya terbatas pada masalah-masalah yang timbul sewaktu-waktu saja, pada poin ini akan timbul masalah pada masa mendatang kurang dapat dicegah atau ditanggulangi secara tepat.Kesulitan lain bahwa pendekatan perintah dan larangan itu bersifat “resep”, karena kalau resep yang berupa perintah atau larangan itu gagal maka pengajar sulit untuk menghadapi masalah yang dihadapi. Sehingga dengan pendekatan perintah dan larangan ini tidak membuka peluang bagi tindakan yang luwes dan kreatif. Di sinilah sifat otoriter dari pendekatan perintah dan larangan itu datang bertumpuk untuk melakukan tugas-tugas di sekolah. faktor internal dapat berakibat bagi si pengaja, akibatnya pengajar kurang memanfaatkan potensinya sendiri dan hanya mengandalkan penerapan pendekatan tersebut untuk masalah yang sama, yang mirip dan sementara cocok. Dengan demikian pengajar dikatakan kurang mampu menyelenggarakan pengelolaan kelas secara efektif.

b. Pendekatan penekanan dan penguasaan
Pendekatan seperti ini pada sisi eksternal yaitu penekanan dan penguasaan banyak mernentmgkan diri pengajar sendiri seirama dengan dengan pendekatan pertama, pengajar banyak memerintah. mengomel dan memarahi. Seiring pula dalam melakukan pendekatan dengan memakai pengaruh orang-orangyang berkuasa (misalnya pimpinan sekolah, orang tua). Melakukan tindakan kekerasansebagai pelaksanaan penekanan, menyatakan ketidaksetujuan dengan kata-kata, tindakan atau pandangan menunjukkan sikap penguasaan. Semua contoh pendekatan demikian bersifat otoriter atau berkuasa atas diri orang lain. Bila dalam menghadapi masalah pengelolaan kelas kita menggunakan pendekatan penguasaan dan penekanan ini maka memungkinkan pembelajar diam, tertib karena takut dan tertekan hatinya- Bagi pengajar pendekatan
penguasaan dan penekanan ini berarti memaksakan kehendak bagi orang lain. Sehingga tahap
toleransinya kurang terbina. Pendekatan semacam ini jika dilihat dari faktor internal kurang tepat, kurang toleransi, kurangbijaksana. Dengan demikian akan tercipta pribadi seorang guru yang mempunyai kepribadian buruk

c. Pendekatan Hukuman dan Pengancaman
Pendekatan penghukuman muncui dalam berbagai bentuk tingkah laku(eksternal) antara lain penghukuman dengan kekerasan, dengan larangan bahkan pengusiran. menghardik atau menghentak dengan kata-kata yang kasar, mencemooh menertawakai: atau menghukum seseorang di depan pembelajar, memaksa pembelajar untuk meminta maaf. memaksa dengan tuntutan tenentu, atau bahkan dengan ancaman-ancaman. Pendekatan semacam ini dari faktor inernal si pendidik kurang baik, karena tidak dibenarkan, kurang manusiawi setiap pembelajar kurang mendapatkan penghargaan sebagai individu yang mempunyai harga diri. Pendekatan penghukuman dan pengancaman ini termasuk penanganan yang kurang tepat, bersifat otoriter kurang manusiawiBerdasarkan dari pendekatan-pendekatan yang otoriter ini kiranya bila dilaksanakan dapat memberi pengaruh tertentu, tetapi hasil-hasil yang muncui da sekedar mengubah tingkah laku sesaat. Sangat disayangkan apabila tindakan itu diikuti oleh tingkah laku yang negatif pada diri pembelajar. Pada umumnya tindakan otorite kurang menguntungkan, hasilnya berupa tingkah laku atau pemecahan sementara. Sementara tersebut belum menjangkau inti permasalahan yang sebenarnya. melainkan baru menjangkau gejala-gejala yang muncul dipennukaan belaka.

2. Pendekatan Permisif
Pendekatan yang primisif dalam pengelolaan kelas( eksternal) merupakan seperangkat kegiatan
pengajar yang memaksimalkan kebebasan pembelajar untuk melakukan sesuatu. Sehingga dari sisi internal pembelajar bila kebebasan ini dihalangi dapat menghambat perkembangan pembelajar.
Berbagai bentuk pendekatan dalam peiaksanaan pengeiolaan kelas ini banyak menyerahkan segala inisiatif dan tindakan pada diri pembelajar.
a. Tindakan pendekatan pengalihan dan pemasabodohan merupakan tindakan yang bersifat premisif. Dari tindakan pendekatan ini muncul hal-hal yang kurang disadari oleh pembelajar diantaranya:
• meremehkan sesuatu kejadian, atau tidak melakukan apa-apa sama sekali
• memberi peluang kemalasan dan menunda pekerjaan .
• menukar dan mengganti susunan kelompok tanpa melalui prosedur yang sebenarnya
• menukar kegiatan salah satu pembelajar, digantikan oleh orang lain
• mengalihkan tanggung jawab kelompok kepada seorang anggota

Melalui pendekatan ini pengajar memandang mudah, tak banyak risiko. Namun sebenarnya pengajar gegabah dalam mengambil cara pendekatan, terlalu memandang mudah mengalihkan, menukar, mengganti suatu tugas atau penanggung jawab. Padahal pembelajar memiliki harga diri pribadi serta pola berpikir yang masing-masing tidak sama.
b. Pendekatan membiarkan dan memberi kebebasan. Sekali lagi pengajar memandang pembelajar telah mampu meiakiikan sesuatu dengan prosedur yang benar. “Biarlah mereka bekerja sendiri dengan bebas”, demikian pegangan pengajar dalam mengelola kelas. Lebih kurang menguntungkan lagi kalau selama pembeiajar bekerja sendiri, pengajar juga aktif mengerjakan tugas sendiri dan pada saat waktu habis baru ditanyakan atau disusun. Percaya atau tidak bahwa hasil bekerja pembelajar belum memadai dan kurang terarah Akibat yang sering terjadi pembelajar merasa telah benar dengan tingkah laku dalam pengerjaan tugas, telah bertanggung jawab dalam kelompok atau kelas itu. Tapi ternyata setelah dibandingkan dengan kelompok lainnya kurang atau malahan lebih rendah. Kedua pendekatan inipun kurang menguntungkan, tanpa kontrol dan pengajar bersikap serta memandang ringan terhadap gejala-gejala yang muncul. Pihak pengajar dan pembelajar tampak bebas, kurang memikat.
3. Pendekatan Pengubahan Perilaku
Pendekatan ini berdasar pada teori bahwa semua perilaku pembelajar baik yang disukai maupun yang tidak adalah hasil belajar. Melalui pendapat tersebut maka dapat dikenal prinsip-prinsip bahwa:
Semua bentuk pendekatan yang berupa penguatan positif maupun negatif, hukuman, penghilangan berlaku dalam proses belajar bagi setiap tingkatan umur dan semua keadaan. Proses belajar sebagian atau bahkan seluruhnya dipengaruh oleh kejadian-kejadian yang Berlangsung di lingkungan
a. Pendekatan Penguatan
Teori pengubahan perilaku menyatakan bahwa penguatan perilaku tertentu sejalan dengan usaha belajar yang hasilnya akan memperoleh ganjaran. hadiah (penguatan atau pendorong). Contoh : Pada akhir tahun ajaran. kelas akan memberi hadiah bagi yang meraih kejuaraan. Usaha pemberian hadiah atau ganjaran ini ini dimaksud untuk memberi penguatan tertentu
agar muncul suatu penampilan perilaku baru yang semakin mantap. kuat dan disetujui. Perilaku yang diperbuat berupa perilaku yang disukai maupun yang tidak disukai. Perilaku tertentu yang diberi ganjaran cenderung untuk diteruskan.
Contoh : Di kelas seorang pembelajar menyenangi mata pelajaran Bahasa Indonesia, tetapi kurang menyenangi pelajarn Matematika. Kedua perilaku terhadap dua pelajaran yang disenangi perlu diperkuat untuk mencapai tujuan-tujuan belajar tertentu. Bila perilaku yang disukai menghasilkan suatu hasil belajar dengan pola perilaku yang baik perlu diberi penguatan berikutnya berupa ganjaran atau hadiah. Berarti hasil belajar yang berupa perilaku itu dapat diteruskan. Penguatan dapat diberikan dalam berbagai bentuk. Umumnya penguatan diberikan kepada pembelajar yang menampilkan tingkah laku yang baik dengan harapan agar perilaku tertentu yang dikuasai pembelajar disebut penguatan positif. Sebaliknya penguatan dengan jalan mengurangi atau menghilangkan perangsang yang tidak menyenangkan atau tidak memberi hasil kepada diri pembelajar disebut penguatan negatif.
b. Pendekatan penghukuman dan penghilangan
Teori pengubahan perilaku melalui penggunaan perangsang yang tidak menyenangkan bentuk menghilangkan perilaku yang tidak menyenangkan disebut penghukuman untuk menghilangkan atau meniadakan. Pendekatan penghukuman ini dianggap bermanfaat bila untuk segera menghentikan, menghilangkan penampilan tingkah laku yang tak disukai untuk segera dan sambil melaksanakan sistem penguatan yang tepat bagi kelayakan penampilan perilaku tertentu yang disukai.
Para penganut pendekatan pengubahan perilaku berpendapat bahwa :
Mengabaikan atau menghilangkan perilaku yang disukai dan memperlihatkan persetjuan terhadap perilaku yang disukai merupakan tindakan yang efektif untuk membina tingkah laku pembelajar dalam kelas, memperlihatkan persetujuan atas tingkah yang disukai merupakan kunci dalam pengelolaan kelas melalui pengubahan perilaku ini.

Melalui empat proses yakni penguatan positif, penguatan negatif, penghukuman dan penghilangan maka tugas pengajar adalah menguasai, menerapkan proses tersebut secara tepat serta mengawasi tingkah laku pembelajar dengan penuh kewaspadaan.
4. Pendekatan Iklim Sosio Emosional
-Pendekatan ini memandang bahwa pengelolaan kelas yang efektif merupakan fungsi
dari hubungan yang baik antara pengajar dengan pembelajar, pembelajar dengan pembelajar. Hubungan diharapkan merupakan jalinan ke arah hubungan antara pribadi yang dipen’garuhi oleh
a. Sikap keterbukaan dan tidak berpura-pura.
b. Penerimaan dan kepercayaan pengajar kepada pembelajar dan sebaliknya.
c. Rasa simpati pengajar terhadap pembelajarnya.
Pengajar yang akan menerapkan pendekatan hubungan interpersonal (antar pribadi) perlu menyadari kenyataan bahwa “Cinta” dan “rasa harga diri” merupakan dua kebutuhan dasar yang ingin dimiliki oleh pembelajar jika pembelajir itu ingin mengembangkan perasaaii harga diri sukses. Suatu pengaiam sukses perlu muncul pada diri pembelajar dan pembelajar perlu belajar meraih sukses melalui ^engalaman sendiri. Tugas belajar dalam pengelolaan kelas adalah membuka kemungkinan sebesar-besarnya bagi pembelajar bertindak dan menghayati sendiri. Bagi pembelajar merupakan kesempatan untuk memandang .dirinya sebagai individu yang berharga. Oleh karena itu setiap pembelajar perlu dilayani dengan penuh penghargaan sehingga pengajar mengupayakan sejauh mungkin kemungkinan yang menimbulkan kegagalan yang efeknya bisa membunuh motivasi, kecemasan, tanpa harapan, dan menyingkirkan perangsang timbulnya tingkah laku menyimpang.
Kelas yang diliputi oleh hubungan inter personal yang baik merupakan kondisi yang beriklim sosio emosional yang baik. Kelas yang berkondisi dan bersituasi demikian menjadikan pembelajar merasa mau dan tentram tanpa suatu ancaman atau dikejar-kejar oleh kekuasaan, penekatan tertentu. Penekanan sistem sosio emosional berakar dari pandangan yang menutamakan hubungan saling menerima, sikap empati sebagai sesama manusia. Melalui pendekatan ini pembelajar benar-benar percaya bahwa pengajar penuh dedikasi dalam membina belajarnya. Apabila pembelajar perilaku menyimpang maka pengajar dapat memisahkan kesalahan dari orang yang berbuat salah, dan menolak perbuatan yang menyimpang.
Fungsi pengajar ialah mengembangkan hubungan baik dengan setiap pembelajar. Bila pengajar ingin secara maksimal membantu pembelajar belajar perlu melaksanakan sikap kesadaran diri sendiri, keterbukaan, sikap menerima, menghargai mau mengerti dan menaruh rasa empati. Ide-ide pokok pendekatan iklim sosio emosional ini dikemukakan oleh Carl Rogers. Sebagai rangkuman Rogers mengemukakan kondisi-kondisi yang mempengaruhi keberhasilan belajar yakni:
- Sikap pengajar terhadap pembelajar dalam bentuk penampilan diri secara wajar,
penerimaan diri, dan rasa empati. Ide ini diperkuat oleh pendapat Girrot bahwa komunikasi
yang interaktif perlu diselenggarakan oleh pengajar yang berorientasi pada pembelajar.
Menurut Glosser, penciptaan iklim sosio emosional terjadi bila tcrdapat keterlibatan
pengajar dalam suasana belajar itu vmtuk mengembangkan tanggung jawab sosial dan
merasa dirinya “berarti” bagi orang lain. Bagi mereka yang meiakukan perilaku
meyimpang hendaknya dibantu untuk memperbaiki diri. Salah satu saran dan Glosser
untuk mengatasi masalah kelas/kelompok hendaknya melalui pertemuan kelas untuk
memecahkan masalah sosial.Pandangan Dreikurs terhadap iklim sosio emosional adalah :
- pentingnya suasana kelas yang demokratis pengajar, pengajar dan pembelajar bersama
sama mewujudkan tanggung jawab terhadap kelas demi kelancaran belajar mengajar.
- pemikiran dan kewaspadaan terhadap pengaruh akibat-akibat tertenru baik akibat alamiah
dan akibat logis.
Contoh akibat alamiah dari kekurang hati-hatian bekerja di laboratorium tangan terbakar, kompor meiedak, sedang akibat logisnya ialah pembelajar yang bersangkutan mengganti alat yang dirusakkan, menanggung de.i’a pada tangan yang terluka.

Dengan pendekatan iklim sosio emosional ini pembelajar dipandang sebagai “keseluruhan pribadi yang sedang berkembang”, bukan semata-mata sebagai seorang yang mempelajari pelajaran tertentu saja

Anggaran dasar dari pengelolaan kelas ini bahwa :
a. Kegiatan pembeiajar di sekolah berlangsung dalam suatu kelompok tertentu.
b. Kelas adalah suatu sistem sosial yang memiliki ciri-ciri sebagaimana dimiliki oleh sistem sosial lainnya.
5. Pendekatan Proses Kelompok
Penggunaan pendekatan proses kelompok ini menekankan pentingnya ciri-ciri kelompok yang sehat yang terdapat dalam kelas yang didukung adanya saling berhubungan antar pembelajar dalam kelompok di kelas itu. Peranan pengajar diutamakan pada upaya mengembangkan dan mempertahankan ke eratan hubungan antar pembelajar semangat produktivitas, dan orientasi pada tujuan kelompok bukan tujuan pribadi. Dalam menghadapi masalah-masalah pengelolaan kelas pemakaian pemdekatan proses kelompok didasarkan atas pertimbangan bahwa perilaku yang menyirnpang pada dasarnya bukan peristiwa yang menimpa perorangan tetapi menyangkut banyak orang dalam kelompok berupa peristiwa sosial yang harus ditanggung oleh sekelompok orang. Tujuan utama dari pendekatan proses kelompok ini ialah membantu kelompok bertanggung jawab atas perbuatan kelompok anggota-anggotanya dalam kegiatan kelompok sendiri. Kelompok yang berfungsi secara efektif dapat melakukan pengawasan yang mantap terhadap terhadap anggota-anggotanya.
Dalam pelaksanaan pendekatan proses kelompok yang harus diperhatikan oleh pengajar ialah :

- Meningkatan daya tarik dan ikatan bagi anggota-anggotanya melalui menumbuhkan sikap saling menghargai, komunikasi yang tepat,
- Mengembangkan aturan-aturan dan norma kelompok yang menayangkan, produktif, diterima oleh semua anggota, kompak, bersatu dan bertanggungjawab.
-Menurut Schmuck dan Schmuck ada 6 unsur yang menyangkut pengelolaan kelas melalui proses kelompok yakni harapan, kepemimpinan, kemenarikan, norma, komunikasi dan keeratan hubungan.
a) Harapan merupakan persepsi yang ada pada pengajar dan pembelajar tentang hubungan mereka. Harapan yang akan menyangkut bagaimana anggota kelompok berperilaku amat berpengaruh terhadap suatu kelompok yang efektif. Harapan yang berkembang adalah harapan pada diri pengajar dan pembelajar yang realistik tepat. secara ielas dimengerti oleh pengajar dan pembelajar. Perilaku pengajar menampakkan harapan-harapan yang berkenaan dengan perilaku pembelajar, serta pembelajar berperilaku sesuai dengan harapan pengajar. Semestinya pengajar memiliki harapan agar pembelajamya berperilaku baik sesuai dengan norma kelompok kelasnya.
b) Kepemimpinan diartikan sebagai pola perilaku yang mendorong kelompok bergerak ke arah pencapaian tujuan yang diharapkan. Kepemimpinan tak dapai dipisahkan dengan :
• tindakan-tindakan anggota kelompok
• menumbuhkan norma kelompok
• menggerakkan kelompok untuk berbuat
• mengorganisasikan tindakan kelompok
• mejiingkatkan mutu interaksi antar kelompok
Juga dalam membina keeratan kelompok. Suatu kelompok dalam kelas tercipta jika terdapat kepemimpinan yang didistribusikan pada semua anggota kelompok. Sehingga setiap anggota merasakan bahwa mereka mempunyai tanggung melaksanakan tugas kelompok dengan baik. Pengajar yang efektif dalam pengelolaan kelas proses kelompok ini adalah pengajar yang mampu menciptakan iklim di mana pembelajar mewujudkan fungsi-fungsi kepemimpinan dengan baik yang berorientasi pada tujuan.
c) Kemenarikan berkaitan erat dengan pola keakraban dalam hubungan kelompok. Kemenarikan dapat juga diartikan sebagai tingat hubungan persahabatan di antara para anggota kelompok. Tingkat kemenarikan ini tergantung pada hubungan interpersonal yang positif. Berarti melalui hubungan interpersonal yang baik, positif di antara para anggota kelompok memungkinkan dalam pengelolaan kelas dapat dihindari tingkah laku yang menyimpang. Untuk itu usaha pengajar meningkatkan sikap menerima dari para anggota terhadap situasi dan perubahan ataupun hadirnya orang lain akan membantu efektivitas
pengelolaan kelas melalui proses kelompok.
d) Norma adalah suatu pedoman tentang cara berpikir, cara merasakan (menghayati), dan bagaimana bertingkah laku yang diakui bersama oleh anggota kelompok. Norma amat besar pengaruhnya dengan hubungan interpersonal, sebab norma memberikan pedoman tentang apa yang diharapkan dari orang lain. Norma kelompok yang efektif adalah yang menjamin prpduktivitas kelompok dan sebaliknya. Tugas pengajar dalam membantu kelompok adalah mengembangkan, menerima dan mempertahankan norma norma kelompok yang produktif. Norma kelompok akan membantu pembelajar untuk bertingkah laku. Norma tidak dapat dipaksakan. Tetapi norma yang produktif akan berkembang sedang norma yang sah produktif akan disingkirkan kelompok. Diskusi kelompok salah satu penerapan metode untuk memberikan norma yang produktif.
e) Komunikasi baik vertikal maupun non verbal merupakan dialog antar anggota kelompok.
Komunikasi melibatkan kemampuan individu untuk sdaling mengemukakan ide-ide dalam perasaan orang lain. Dengan komunikasi akan terjadilah interak,si antar anggota kelompok yang memungkinkan terjadinya proses kelompok yang efektif. Dalam komunikasi yang efektif terjadi bahwa penerima mampu menafsirkan informasi secara benar atau melalui proses yang benar. Tugas pengajar adalah menumbuhkan interaksi dan komunikasi ganda yakni membukakan saluran komunikasi yang memungkinkan semua pelajar secara bebas mengemukakan pikiran dan perasaan serta mau menrima pikiran dan perasaan yang dikumunikasikan oleh pengajar atau kepada pengajar. Untuk itu pengajar perlu mengem¬bangkan kemampuan khusus berkomunikasi.
f) Keeratan berkaitan dengan rasa kebersamaan yang dimiliki oleh kelompok. Keeratan menekankan pada hubungan individu tehadap kelompok secara keseluruhan, bukan hubungan individu lain. Yang mendorong berkembangnya keeratan dalam kelompok adalah :
- adanya minat yang besar bertahap tugas-tugas kelompok.
- para anggota saling menyukai
- kelompok memberikan prestise tertentu kepada anggotanya.
Keeratan kelompok dapat tumbuh apabila kebutuhan individu danat terpenuhi dengan jalan menjadi anggota kelompok itu. Pengajar dapat mengeiola kelas secara efektif karena ia mampu menciptakan kelompok yang erat dan memiliki Donna yang terarah pada tujuan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa implikaa dari pengelolaan kelas yang melalui proses kelompok harus berfungsi dan terarah pada tujuan dengan memperhatikan: a) pengajar mampu mengungkapkan harapan dalam hubungan interpersonal antar anggota/kelompok.
b) pengajar mampu mewujuSkan pengarah-pengarcin
c) pengajar memperlihatkan rasa kemenarikan dan empati dalam membantu pembelajar
(saling menerima. saling memberi, menyediakan kesempatan).
d) pengajar membantu pembelajar mengatasi konflik antara peraturan kelompok dengan
norma kelompok, juga dengan sikap-sikap individu.
e) pengajar mampu mewujudkan keterampilan berkomunikasi.
f) pengajar mampu meningkatkan keeratan hubungan antar anggota dalam kelompok terhadap
kelompok bukan untuk individu yang lain.
Sebagai pembanding anda pelajari jenis kegiatan pengelolaan kelas yang dikemukakan oleh Johnson dan Mary Bany, bahwa penglolaan kelas ditekankan adanya : ‘
a. Kemudahan (fasilitation), merupakan tingkah laku pengelolaan yang mengembangkan atau
mempermudah perkembangan kondisi-kondisi positif di kelas, antara lain meliputi:
(1) terbinanya kesatuan dan kerjasama
(2) mengembangkan aturan dan prosedur kerja
(3) menerapkan kondisi-kondisi positif
(4) menyesuaikan dengan pola tingkah laku kelompok.
b. Pertahanan, merupakan pola tingkah laku pengelolaan untuk memperbaiki dan memper-
tahankan kondisi yang efektif dalam kelas, antara lain:
(1 ) mempertahankan semangat
(2) mengatasi konflik
(3) mengurangi masalah pengelolaan yang bersifat kelompok
Melengkapi pendapat dari nilai-nilai tersebut Kounin mengemukakan tingkah laku yang penting dalam pengelaolaan kelas yang sukses yaitu kegiatan penghayatan, peliputan, gerak sesuai dengan target dan waktiu perhatian yang terpusat pada kelompok semua tingkah laku lebih menyangkut pembelajar sebagai kelompok kelas. Demikian efektivitas proses kelompok dalam pengelolaan kelas tergantung dari gerak dan dinamika kelompok.
B. Prosedur Pengelolaan Kelas
Apabila anda telah mempelajari uraian contoh pada setiap kegiatan utamanya pada kegiatan belajar 3 ini dapat anda memahami bahwa usaha pengelolaan kelas sebenarnya sukar dipisahkan pengertian dan prosedurnya. karena pengelolaan kelas berupa “pekerjaan” -yang harus dilahirkan dan acapkali muncul bahkan setiap pengajar mesti mengalami. Pelaksanaan suatu pekerjaan harus melalui prosedur sebagai tahap yang jelas.
Prosedur adalah langkah-langkah untuk melakukan suatu pekerjaan. Pengelolaan kelas merupakan tindakan atau kegiatan yang dilakuikan oleh pengajar. Kegiatan-kegiatan mengelola kelas mengacu kepada tindakan yakni:
1) Tindakan preventif (pencegahan), tindakan ini berupa kondisi yang optimal bagi terjadinya proses belajar mengajar.
2) Tindakan kuratif (penyembuhan), tindakan ini berupa kegiatan mengatasi atau memperbaiki kondisi karena terjadi tingkah laku pembelajar yang menyimpang baik secara individual maupun kelompok sehingga mengganggu dan menurunkan kondisi optimal dari proses belajar mengajar yang berlangsung. Dimensi tindakan kuratif dapat pula dibagi dalam dua aspek tindakan yakni:
• aspek tindakan yang segera diambil oleh pengajar kajena terjadi gangguan sewaktu waktu
• aspek tindakan terhadap tingkah laku yang telah terlanjur dalam beberapa lama berlangsung supaya tidak berlarut-larut. Prosedur pengelolaan kelas merupakan langkah langkah yang ditempuh untuk melakukan pekerjaan pengelolaan kelas dengan baik. Langkah-langkah yang akan diambil harus dipertimbangkan dengan masalah mulai dari merencanakan sampai menyusun suatu langkah-langkah operasional. Tindakan pencegahan merupakan lerapi yang tepat sebelum munculnya tingkah laku yang nienyimpang dan mengganggu kondisi belajar mengajar. Langkah-langkah dalam tindakan pencegahan bersifat strategis ian mendasar. Adapun prosedur pengelolaan kelas dimensi pencegahan sebagai:

1. Peningkatan kesadaran diri sebagai “pengajar”
Peningkatan kesadaran diri sebagai pengejar inilah yang paling suategis dan mendasar karena mampu meningkatkan rasa tanggung jawab dan rasa memiliki dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini untuk. menghilangkan sikap otoriter dan sikap permisif yang dipandanng kurang manusiawi dan kurang realistik.
2. Peningkatan kesadaran siswa
Peningkatan kesadaran pembelajar pada dirinya untuk menanggulangi sikap kemalasan, sikap menyerahkan tanggung jawab, kurang puas. Mudah kecewa, mudah tertekan oleh peraturan sekolah dan sebagainya. Oleh karena itu pembelajar perlu memahami hak dan kewajiban sebagai pembelajar dalam suatu kelompok, kelas aiau sekolah.
3. Sikap tulus hati, kejujuran dari pengajar
Sikap tulus hati, jujur, polos, terbuka adalah suatu modal untuk menciptakan kondisi yang optimal untuk membelajarkan pembelajar. Karena sikap pengajar inilah pembelajar menjadi semakin percaya dan merupakan stimulus yang positif
4. Mengenal masalah dan menemukan alternatif pendekatan pengelolaan kelas.
Seorang pengajar hendaknya mampu mengidentifikasi berbagai penyimpangan tingkah laku pembelajar yang sifatnya individual maupun kelompok.
Tingkah luku yang menyimpang dari pembelajar kemungkinan disengaja. mungkin untuk menarik perhatian antara atau untuk merenksi negatif. Untuk itu pendekatan yang dimmakan dalam rnengatasi masalah penuelolaan kelas harus tepat pula
6. Membuat kontak sosila, yang berarti mampu menyusun peraturan. norma.
Nilai dan norma. Nilai dan norma terpadu datang dari pengajar dan pembelajar. Norma disusun -melalui kontak sosial yang baik dengan bentuk daftar aturan atau tata tertib serta sangsi yang mengatur kehidupan kelas. Kontak sosial ini merupakan standar tingkah laku individu maupun kelompok dalam kelas
Prosedur Pengelolaan kelas dimensi penyembuhan
1) Mengidentifikasi pembelajar yang mengalami kesulitan dalam kelas.
Hal ini dengan melihat latar belakang keadaan pembelajar. Dalam langkah ini termasuk identifikasi penyimpangan atau pelanggaran itu.
2) Membuat rencana yang diperkirakan (estimasi) paling tepat untuk menghadapi masalah penyimpangan atau pelanggaran tata tertib. Data dari langkah pertama sebagai dasar penyusunan rencana. Diupayakan rencana penanggulangan atau perbaikan setepatnya agar tidak menimbulkan reaksi negatif.
3) Menetapkan waktu pertemuan dengan pembelajar atas persetujuan bersama. Dalam langkah ini mengandung tiga pokok kegiatan : perlukan pertemuan ini diadakan, kapan ketetapan mengadakan pertemuan untuk mencari penyelesaian.
4) Mengemukakan tujuan pertemuan, manfaat yang diperoleh pembelajar dan sekolah. Maksud pertemuan dijelaskan agar pembelajar menyadari pentingnya pertemuan kelas. Manfaat pertemuan dijelaskan agar pembelajar dapat mengambil hikmahnya dalam tingkah laku dan hidupnya.
5) Kesadaran akan kekurangan pada manusia (pengajar-pembelajar). Pengajar bukanlah yang sempurna pembelajarpun demikian, yang penting bagi kita berusaha menghindari tingkah laku yang menyimpang. Kita menyadari kelemahan. Oleh karena itu tinggal bagaimana sikap kita menghadapi kelas dengan tingkah laku yang hetrogen sehingga akhirnya dari langkah ini pembelajar merasa terhimbau untuk ikut menciptakan kondisi yang optimal bagi proses belajar mengajar.
6) Pengajar berusaha membawa pembelajar kepada pokok masalah terhadap pelanggaran peraturan yang berlaku.
7) Pengajar mengupayakan pembelajar berdiskusi seca.ra aktif dan pembelajar lebih responsif.
8)Pertemuan pemecahan masalah sampai terjadi kontak individual dalam memperbaiki tingkah laku pembelajar.
9) Melakukan tindak lanjut dan pengawasan terhadap perubahan tingkah laku pembelajar untuk mendapatkan bahkan seperlunya.

Bila disederhanakan 4 langkah tersebut terdiri dari :
1) Langkah identmkasi masalah
2) Langkah analisa masalah
3) Langkah alternatif pemecahan, pelaksanaan dan penilaian pemecahan masalah.
4) Langkah balikan dari hasil alternatif pemecahan masalah.


3. Carilah cabang-cabang ilmu psikologi yang lain!

A. Pengertian Psikologi
Secara etimologis “Psikologi” berasal dari bahasa Yunani: Psyche dan logos. Psyche artinya jiwa dan logos berarti ilmu. Dalam bahasa arab psikologi disebut dengan “Ilmu an Nafsi”. Yang belakangan kemudian dikembangkan menjadi satu ilmu bernama “Nafsiologi”. Dalam Bahasa Indonesia dikenal dengan “Ilmu Jiwa”.
Secara terminologi (menurut istilah pengetahuannya) Psikologi adalah “Ilmu yang mempelajari tentang segala hal yang berhubungan dengan jiwa, hakekatnya, asal usulnya, proses bekerjanya dan akibat-akibat yang ditimbulkannya.
Psikologi dapat diartikan pula dengan “Ilmu yang mempelajari tentang segala hal yang berhubungan dengan jiwa, hakekatnya, asal usulnya, proses bekerjanya dan akibat-akibat yang ditimbulkannya.
Psikologi dapat diartikan pula dengan “Ilmu yang mempelajari prilaku manusia atau tingkah laku manusia”. Setelah Psikologi berkembang luas dan dituntut mempunyai ciri-ciri sebagai suatu disiplin ilmu pengetahuan, maka “Jiwa” dipandang terlalu abstrak. Ilmu pengetahuan menghendaki objeknya bisa diamati, dan dicatat dan diukur. Dan ternyata perilaku dianggap lebih mudah diamati, dicatat dan diukur. Meskipun demikian, arti perilaku ini diperluas tidak hanya mencakup perilaku “kasat mata” seperti : makan, membunuh, menangis dan lain-lain, tetapi juga mencakup perilaku “tidak kasat mata” seperti : fantasi, motivasi, contoh (mengapa membunuh?), atau proses yang terjadi pada waktu seseorang tidak bergerak (tidur) dan lain-lain.
“Prilaku” mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1. Perilaku itu sendiri kasat mata, tetapi penyebabnya mungkin tidak dapat diamati langsung.
2. Prilaku mengenal berbagai tingkatan. Ada prilaku sederhana dan Stereotip seperti prilaku binatang satu sel, ada juga prilaku yang kompleks seperti dalam prilaku sosial manusia. Ada prilaku yang sederhana seperti refleks, tetapi ada juga yang melibatkan proses-proses mental-fisiologis yang lebih tinggi.
3. Prilaku bervariasi menurut jenis-jenis tertentu yang bisa diklasifikasikan. Salah satu klasifikasi yang umum dikenal adalah: Kognitif, afektif dan psikomotorik, masing-masing merujuk pada yang sifatnya rasional, emosional, dan gerakan-gerakan fisik dalam berprilaku.
4. Prilaku bisa disadari dan tidak disadari. Walau sebagian besar perilaku sehari-hari kita sadari, tetapi kadang-kadang kita ternyata pada diri sendiri mengapa kita berprilaku seperti itu.

B. Hubungan Psikologi dengan Disiplin Ilmu Lain
Prilaku manusia tidak hanya dipelajari oleh psikologi, tetapi juga oleh Antropologi, Kedokteran, Sosiologi, manajemen dan beberapa cabang Linguistik. Semua ini dikelompokan kedalam keluarga besar “Ilmu-Ilmu Prilaku” (Behavioral Sciences). Yang membedakan Psikologi dari ilmu-ilmu prilaku lain adalah : bahwa psikologi lebih menaruh perhatian pada prilaku manusia sebagai individu, sedang antropologi, sosiologi dan manajemen lebih pada prilaku manusia sebagai kelompok. Kedokteran memang menaruh perhatian pada prilaku individu, tetapi lebih menekan gejala-gejala fisik dan Psikologi lebih pada gejala-gejala mental.
Di pihak lain, Psikologi juga dipandang sebagai Ilmu Biososial karena baik aspek-aspek sosial perilaku organisme maupun aspek-aspek Fisiologis atau Biologis terjadinya prilaku mendapat perhatian yang sama besarnya.
Sejak awal perkembangannya Psikologi banyak dipengaruhi oleh ilmu-ilmu lain. Telah diakui bahwa psikologi berinduk kepada Filsafat, khususnya filsafat mental. Namun dalam perkembangan selanjutnya ilmu-ilmu (Beta) seperti Fisika, Kimia dan Biologi memberikan andil yang cukup besar baik dalam aspek metodologi maupun topik-topik kajian. Sulit untuk merinci pengaruh tersebut satu persatu. Berikut ini sekedar gambaran umum dari pengaruh ilmu-ilmu lain serta cabang-cabang Psikologi yang lahir dari singgungan tersebut diatas.

Dibawah ini adalah pengaruh ilmu-ilmu lain terhadap Psikologi dan cabang-cabang yang ditimbulkannya :

ILMU-ILMU LAIN PSIKOLOGI

Fisika PsikoFisika

Kimia Neurokemis Perilaku

Biologi Psikologi

Matematika Psikologi Kuantitatif

Kedokteran Psikologi Klinis/Psikoterapi

Sosiologi Psikologi Sosial

Antropologi Psikologi Lintas Budaya

Pendagogi Psikologi Pendidikan/
Psikologi Sekolah/
Psikologi Intruksional

rosedur pengelolaan kelas dimensi pencegahan dan penyembuhan hendaknya para pengajar mampu melaksanakan dengan baik agar benar-benar kondisi tercipta dengan optimal untuk kelancaran proses belajar mengajar.